Belakangan ini, industri bahan bakar minyak Indonesia dihebohkan dengan polemik bensin etanol milik Pertamina. Kontroversi bermula ketika beberapa SPBU swasta seperti Vivo dan BP-AKR membatalkan pembelian base fuel dari Pertamina karena ditemukan kandungan etanol sebesar 3,5 persen. Meski angka tersebut masih jauh di bawah batas regulasi yang diperkenankan hingga 20 persen, peristiwa ini memicu diskusi luas tentang peran etanol dalam bahan bakar Indonesia.
Latar Belakang Kontroversi Bensin Etanol Pertamina
Pembatalan Pembelian BBM Swasta
Di lansir dari CNBC Indonesia pada awal Oktober 2025, industri BBM Indonesia dikejutkan dengan keputusan PT Vivo Energy Indonesia dan BP-AKR yang membatalkan rencana pembelian base fuel dari Pertamina. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengonfirmasi bahwa kandungan etanol menjadi alasan utama pembatalan tersebut.
Vivo yang awalnya berencana membeli 40.000 barel dari 100.000 barel base fuel yang diimpor Pertamina, memutuskan untuk membatalkan kesepakatan setelah hasil uji laboratorium menunjukkan adanya kandungan etanol sebesar 3,5 persen. Sementara Shell masih dalam tahap negosiasi dan belum membuat keputusan final.
Respons Pemerintah dan Pertamina
Kementerian ESDM melalui Direktur Jenderal Migas Laode Sulaeman menegaskan bahwa spesifikasi BBM di Indonesia diatur berdasarkan Research Octane Number (RON), bukan kadar etanol tertentu. Menurut regulasi, kandungan etanol dalam BBM diperbolehkan hingga 20 persen, sehingga angka 3,5 persen masih berada dalam batas normal.
Pertamina Patra Niaga sendiri melalui Corporate Secretary Roberth MV Dumatubun menegaskan bahwa penggunaan etanol dalam BBM merupakan praktik yang lazim secara internasional. “Penggunaan BBM dengan campuran etanol hingga 10 persen telah menjadi best practice di banyak negara seperti di Amerika, Brasil, bahkan negara tetangga seperti Thailand,” ungkap Roberth.
Memahami Etanol dalam Bahan Bakar
Definisi dan Sumber Etanol
Etanol atau ethyl alcohol adalah senyawa kimia yang dapat diproduksi dari berbagai sumber biomassa seperti tebu, jagung, singkong, dan tanaman lain yang mengandung gula atau pati. Bioetanol merupakan bentuk energi terbarukan yang dapat diproduksi melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme.
Di Indonesia, produksi bioetanol terutama memanfaatkan molase atau tetes tebu sebagai bahan baku utama. PT Energi Agro Utama (Enero) telah memproduksi bioetanol berbasis molase mencapai 30.000 kiloliter per tahun untuk mendukung program Pertamax Green 95.
Fungsi Etanol dalam BBM
Berdasarkan penjelasan Guru Besar ITB Tri Yuswidjajanto, etanol memiliki beberapa fungsi penting dalam bahan bakar:
Peningkatan Nilai Oktan: Etanol memiliki angka oktan sangat tinggi sekitar 110-120, sehingga mencampur 3,5 persen etanol dapat meningkatkan RON bensin hingga 3,85-4,2 poin.
Peningkatan Efisiensi Pembakaran: Kandungan oksigen dalam etanol membuat proses pembakaran di ruang mesin menjadi lebih sempurna, menghasilkan tenaga yang lebih baik dan emisi yang berkurang.
Efek Pembersih: Etanol membantu menjaga kebersihan mesin dengan mengurangi kebutuhan aditif pembersih, bahkan memberikan efek pembersihan yang lebih optimal.
Keunggulan Bensin Beretanol
Manfaat Lingkungan
Pengurangan Emisi Karbon: Penelitian menunjukkan bahwa etanol dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 44-52 persen dibandingkan bensin murni. Bioetanol memiliki siklus karbon tertutup dimana CO₂ yang dihasilkan saat pembakaran sama dengan yang diserap tanaman saat fotosintesis.
Karbon Netral: Etanol berbasis tanaman dianggap karbon netral karena CO₂ yang dilepaskan saat pembakaran merupakan bagian dari siklus karbon jangka pendek, berbeda dengan bahan bakar fosil yang melepaskan karbon purba.
Kualitas Udara Lebih Baik: Penggunaan etanol menghasilkan emisi yang lebih bersih dengan kandungan aromatics (polutan berbahaya) yang lebih rendah.
Keunggulan Ekonomi dan Energi
Kemandirian Energi: Bioetanol mendukung kemandirian energi nasional dengan mengurangi ketergantungan impor BBM. Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya hayati lokal seperti tebu dan jagung.
Pemberdayaan Sektor Pertanian: Industri bioetanol menciptakan nilai tambah bagi petani tebu dan jagung, serta membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian dan industri pengolahan.
Fleksibilitas Bahan Baku: Indonesia memiliki 60 jenis tanaman berpotensi menjadi sumber bioetanol, termasuk singkong, sagu, sorgum, dan bahkan limbah tongkol jagung.
Kerugian dan Tantangan Penggunaan Bensin Etanol
Dampak Negatif terhadap Kendaraan
Penurunan Jarak Tempuh: Etanol memiliki kandungan energi 35 persen lebih rendah dibandingkan bensin murni, sehingga konsumsi bahan bakar cenderung lebih boros. Kendaraan membutuhkan volume bahan bakar lebih besar untuk menghasilkan tenaga yang sama.
Sifat Higroskopis: Etanol mudah menyerap air dari udara, yang dapat menyebabkan pemisahan fase dalam tangki bahan bakar. Air yang terserap dapat memicu korosi dan kerusakan komponen mesin.
Risiko Korosi: Kandungan alkohol dalam etanol bersifat korosif terhadap komponen logam, karet, plastik, dan polimer, terutama pada kendaraan yang lebih tua.
Tantangan Teknis dan Ekonomi
Kompatibilitas Kendaraan: Di Indonesia tidak ada batasan usia penggunaan kendaraan, sehingga banyak kendaraan tua belum dirancang untuk menggunakan bahan bakar beretanol. Sistem bahan bakar pada kendaraan berumur cenderung lebih rentan terhadap kerusakan akibat etanol.
Stabilitas Harga: Harga etanol fluktuatif dan tergantung pada pasar komoditas pertanian. Jika harga etanol lebih tinggi dari bensin RON 92, maka pencampuran justru merugikan secara ekonomi.
Masalah Starting: Etanol memiliki flash point tinggi sehingga pembakaran homogen sulit tercapai pada tekanan kompresi tertentu, khususnya pada mobil lama dengan karburator konvensional.
Implementasi Global Bensin Etanol
Negara-Negara Pelopor Bensin Etanol
Amerika Serikat: Menjadi produsen etanol terbesar dunia dengan 15,55 miliar galon pada 2023. E10 (10% etanol) telah menjadi standar di sebagian besar negara bagian, sementara E15 dan E85 tersedia di lebih dari 4.200 stasiun di 43 negara bagian.
Brasil: Negara pioneer penggunaan etanol sejak 1976 dengan produksi 8,26 miliar galon pada 2023. Brasil mewajibkan campuran etanol 18-27,5 persen (E25) dan memiliki 12 juta kendaraan flex-fuel yang dapat menggunakan etanol murni (E100).
Uni Eropa: Menerapkan E10 sebagai standar di banyak negara seperti Jerman, Prancis, dan Inggris, dengan fokus pada kriteria sustainability dan perlindungan konsumen.
Model Implementasi Regional
Asia Pasifik: Thailand menjalankan program gasohol sejak 2000-an dengan pilihan E10, E20, dan E85. India menargetkan E20 sebagai standar nasional dengan implementasi bertahap.
Amerika Latin: Hampir semua negara Amerika Tengah dan Karibia menggunakan E10 atau lebih tinggi karena produksi tebu yang melimpah.
Rencana Pengembangan Bioetanol Indonesia
Target Mandatori Pemerintah
Kementerian ESDM merencanakan implementasi mandatori bioetanol 5 persen (E5) mulai 2026, dimulai dari Pulau Jawa sebagai wilayah pilot. Program ini akan diperkuat dengan Keputusan Menteri yang mengatur percepatan peta jalan bioetanol.
Untuk mencapai target E5 secara nasional, Indonesia membutuhkan pasokan bioetanol minimal 1,2 juta kiloliter, sementara saat ini baru mampu memproduksi 60.000 kiloliter dari 3 pabrik fuel grade.
Pengembangan Kapasitas Produksi
Pemerintah membentuk Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Papua Selatan, dengan target mulai produksi pada 2027. Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi bioetanol nasional secara signifikan.
Pertamina juga melakukan riset untuk diversifikasi bahan baku bioetanol dari jagung, sorghum, dan tandan sawit guna menemukan solusi yang paling ekonomis.
Tantangan Regulasi dan Kebijakan
Pengembangan bioetanol masih terkendala regulasi cukai yang belum jelas. Meski Peraturan Menteri Keuangan menetapkan cukai hanya untuk minuman beralkohol, klasifikasi dalam KBLI masih berbelit-belit sehingga bioetanol untuk bahan bakar masih terkena pungutan cukai.
Pemerintah sedang mempertimbangkan penerapan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) untuk industri bioetanol, serupa dengan kebijakan di sektor batubara dan sawit.
Kesimpulan
Kontroversi etanol dalam BBM Pertamina mencerminkan tantangan transisi energi Indonesia menuju bahan bakar yang lebih berkelanjutan. Meski kandungan etanol 3,5 persen masih dalam batas regulasi dan memberikan manfaat lingkungan signifikan, kekhawatiran teknis dari operator SPBU swasta menunjukkan perlunya edukasi dan penyesuaian infrastruktur.
Penggunaan etanol dalam bahan bakar terbukti dapat mengurangi emisi karbon hingga 44-52 persen dan meningkatkan nilai oktan BBM. Namun, tantangan seperti penurunan efisiensi bahan bakar, risiko korosi pada kendaraan tua, dan fluktuasi harga etanol perlu diantisipasi dengan strategi yang tepat.
Implementasi mandatori E5 yang direncanakan pada 2026 memerlukan persiapan komprehensif meliputi peningkatan kapasitas produksi, penyesuaian regulasi cukai, dan kampanye edukasi konsumen. Pengalaman negara-negara seperti Brasil dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa transisi menuju bensin beretanol dapat berhasil dengan dukungan kebijakan yang tepat dan infrastruktur yang memadai.
Ke depan, Indonesia perlu menyeimbangkan antara tujuan lingkungan dan kebutuhan praktis industri otomotif, dengan memastikan bahwa transisi energi tidak mengorbankan keandalan pasokan BBM dan performa kendaraan konsumen.
FAQ (Frequently Asked Questions)
Apakah bensin beretanol aman untuk semua jenis kendaraan?
Bensin dengan kandungan etanol hingga 10 persen (E10) umumnya aman untuk kendaraan modern. Namun, kendaraan tua yang diproduksi sebelum tahun 2000 mungkin mengalami masalah karena komponen yang tidak kompatibel dengan etanol. Disarankan untuk berkonsultasi dengan manual kendaraan atau bengkel resmi.
Apakah bensin beretanol membuat kendaraan lebih boros?
Ya, etanol memiliki kandungan energi 35 persen lebih rendah dibandingkan bensin murni, sehingga kendaraan cenderung mengonsumsi bahan bakar lebih banyak. Namun, peningkatan efisiensi pembakaran karena nilai oktan yang lebih tinggi dapat mengurangi dampak negatif ini.
Bisakah bensin beretanol merusak mesin kendaraan?
Pada kadar rendah (E5-E10), bensin beretanol relatif aman untuk mesin modern. Risiko kerusakan lebih tinggi pada kendaraan tua karena etanol bersifat korosif terhadap karet, plastik, dan beberapa jenis logam. Perawatan rutin dan penggunaan aditif anti-korosi dapat mengurangi risiko ini.
Mengapa SPBU swasta menolak BBM beretanol Pertamina?
SPBU swasta menginginkan base fuel yang benar-benar murni tanpa kandungan tambahan, termasuk etanol, agar dapat disesuaikan dengan spesifikasi produk mereka masing-masing. Meski kandungan etanol 3,5 persen masih dalam batas regulasi, hal ini dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan teknis mereka.
Apa manfaat lingkungan dari penggunaan bensin beretanol?
Bensin beretanol dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 44-52 persen dibandingkan bensin murni. Etanol juga menghasilkan pembakaran yang lebih bersih dengan emisi polutan berbahaya yang lebih rendah, serta mendukung siklus karbon tertutup karena berasal dari tanaman.
Kapan mandatori bioetanol E5 akan diterapkan di Indonesia?
Pemerintah merencanakan implementasi mandatori bioetanol E5 mulai 2026, dimulai dari Pulau Jawa sebagai wilayah pilot. Program ini akan diperluas secara bertahap ke seluruh Indonesia tergantung ketersediaan bahan baku dan infrastruktur.
Apakah harga bensin beretanol lebih mahal?
Harga bensin beretanol tergantung pada fluktuasi harga etanol di pasar komoditas. Jika harga etanol lebih rendah dari komponen bensin yang digantikan, maka harga BBM bisa lebih murah. Namun, jika harga etanol tinggi, maka biaya produksi akan meningkat.
Bagaimana cara merawat kendaraan yang menggunakan bensin beretanol?
Disarankan untuk melakukan perawatan rutin seperti penggantian filter bahan bakar lebih sering, penggunaan aditif anti-korosi, dan pemeriksaan komponen karet seperti selang bahan bakar. Hindari menyimpan bahan bakar beretanol terlalu lama karena sifat higroskopisnya.